“Mas . . . mas . . . . Andongnya nyampai jam berapa mas?? . . .” Tanya Anton pada mas kusir. Tapi yang ditanya diem saja. Mungkin rada-rada telmi mas kusir ini.
Liburan akhir semester telah tiba. Anton, David dan Aku akan berlibur di daerah pedesaan. Tepatnya di daerah Wonosobo Jawa Tengah yang banyak terdapat peternak kuda. Nah, kebetulan salah satu dari teman kami Anton doyan banget yang namanya naik kuda. Anton waktu kecil biasa hidup di Jogjakarta dan sering naik andong kuda. Hingga sekarang ia ketagihan banget yang namanya naik kuda seperti andong. Maklum, di Jakarta kan gak ada yang namanya Andong.
Jadi, mereka Aku ajak liburan ke rumah nenekku di desa yang kebetulan kuda-kuda peliharaan peternak banyak yang andong. Bahkan kuda-kuda itu dijadikan mata pencaharian untuk menambah penghasilan keluarga.
“Ton . . . Mau kagak kita liburan ke rumah nenekku . . ????” tanyaku padanya yang sedang asyik memancing di kolam.
“Ahhh . . . Ogaaaaah . . . paling-paling jalan-jalan naik gunung, manjat durian, metik mangga . .. mending berlayar ke pantai Sengigi Lombok atau …..
“Ini lain Ton . … Elo bakalan keenakan dan gak pakalan pulang . ….dan yang pasti ada some thing yang gak bisa Elo lewatin sebelum mencoba . ..” tandasku merayunya.
“Ada apaaan Niiih .… kok liburan-liburan . . . tapi kuping gue nyempet pantai Sengigi juga . . . .” seruduk David dari arah belakang sambil mengunyah Molen.
“Alaaaah Elo tahunya makan mulu . . . . perut udah kayak gentong . .” jawabku sambil mencubit perut David yang memakai jelana super X.
“EEeeeh jangan salah . . . gini-gini tak sedekahin . . . biar barokah isinya . .” tukasnya kemudian, sedangkan mulut monyong-monyong kepenuhan Molen.
“Ok . . . . kita Niiiih . . . mau liburan . . . Aku ngajak Anton ke tempat nenekku di Wonosobo karena di sana emang banyak banget yang namanya Andong, jadi aku . . ..
“Beneraaaaaan . . . Aduuuh kenapa gak bilang dari tadi ..…..Oke besok berangkat . . .” cekat Anton tiba-tiba sambil bengkit dari tempat duduk dan menyambar pancingnya. Sedangkan aku hanya menelan ludah yang sudah nyampai di ujung tenggorokan.
“Tadi katanya Ogah .…Laaa sekarang minta besok langsung berangkat gimana Si….???” Tukasku kemudian sambil nyembunyiin senyum.
“Bentar-bentar . . . . . Tunggu aku Dooooong . … “ pinta David yang kesusahan mau berdiri. Dia berdiri sambil mencekat bajuku hingga setengah molor.
“Elo . . .Elo semua mau ke ujung langit Kek, mau ke tengah bumi kek atau bahkan ke Gey Gompa, Gotingen . . . yang jelas Gue ikuuuuuut. . ..” pinta David sambil menyikut perutku Hingga Sakit.
“Alaaaaaaah . . . kalau Ngajakin Elo Tuuuuu, . . . persedian Kita-kita habis melulu . . .Ludessss Dessssss masuk ke gentong Elo . .” tandas Anton sambil mengambil Molen yang dibawa David.
“Lagian . . . Kalau kita Mau naik andong . . . Andongnya bakal gak bisa jalan . . . . berat Elo Si satu kwintal sendiri . . . . atau udah lebih Yaaaaa??” tanyaku yang membuat monyong David tambah runcing.
“Oceee . . . Oceeeee Gue bakalan bawa bekal sendiri deeeeeh . . . gak bakalan minta ke kalian. Asalkan Gue boleh ikut yaaaa Yaaa . .” pintanya sambil terus narik-narik bajuku.
***
Keesokan harinya kita bertiga udah nangkring di depan terminal Bus. Kita sepakat akan berlibur ke rumah nenekku di Wonosobo Jawa Tengah . . . yang pastinya paling berseri-seri adalah Anton. Dia bakal naik andong sampai puas sambil keliling-liling pedesaan yang sebagian besar pertanian.
Naaaah . . . karena lagi bolong tuh pusernya . . . ongkos naik bus kali ini dibayarin sama Anton, termasuk Si Gentong David. Tapi David dijatahin . . . membawa bekal makanan untuk kita bertiga. Jadi, tasnya yang besar dan satu tas jinjing, . . . isinya tak lain dan tak bukan selain makanan. David yang doyan banget yang namanya makan, pastinya kah bakalan lupa bawa keripik tempe dan rempeyek buatan pembantunya yang baik itu.
Pantas saja . . . dari tadi hingga kita nyampai di terminal kerjaannya makan Mululu. ”Vid . . . awas yaa kalau jatah kita habiss, Elo tak tinggalin di tengah jalan . ..” gertakku yang membuatnya berhenti mengunyak.
Menit-demi menit berlalu dan berganti menjadi jam. Ternyata Bus jurusan Jawa Tengah yang akan kita naiki terlambat hampir lima jam. Waduuuh . .. bayangin coba kita sampai jadi keripik rempeyek kegaringan nunggu di terminal. Coba kalau kita hidup di Jepang atau negara maju lainnya . . . gak bakalan yang namanya ada bus atau kereta terlambat. Makanya niih negara gak maju-maju tapi maju mundur kaya undur-undur.
Jelas saja, karena bus yang kita naiki terlambat hampir lima Jam . . ., tak urung kita pun sampai di kota Wososobo udah jam delapan malam lewat. Jadi, mau gak mau kita ngisi gentong masing-masing sebelum melanjutkan perjalanan. Untungnya makanan yang dibawa David masih enak dan gak basi. Aku usulin pada mereka untuk istirahat di Masjid Jami saja di lantai dasar, jadinya kita semua makan di situ sekalian sholat.
Setelah makan kita melanjutkan mencari bus terakhir yang akan berhenti ke kota pinggiran yaitu Kertek. Kertek adalah sebuah pasar yang biasanya kalau siang hari banyak Andong yang ngetem di sini. Tapi malam-malam begini mana ada Andong. Adanya cuma ojek. Jadi Aku, Anton dan David muter-muter cari ojek yang biasanya mangkal.
Aku sebenarnya kasihan lihat David yang mukanya udah sembab karena kelelahan dan pastinya kurang tidur. Sedangkan Anton kelihatan masih segar bugar, . . . maklum remaja yang doyan banget sama basket dan olehraga ini lebih kelihatan sehat dan kuat dibandingkan dengan si gentong yang kerjaannya cuma makan dan tidur melulu.
“Aduuuh . . . mana si ojeknya .…. katanya manggal di sini kok sepi . .???” tanyaku gak percaya karena melihat sesuatu yang di luar dugaan.
Biasanya dan memang telah bertahun-tahun yang lalu . . . kalau mulai jam enam sore, mobil angkutan yang biasa nongkrong di areal sini digantikan dengan ojek-ojek yang berjajar rapi. Bahkan hingga dini hari ojek tersebut masih manggal. Tapi yang tak lihat di sini kok sepi sekali, seperti ada . . .
“Heee . . . Coy lihat tuuh .… masih ada Andong yang nongkrong di situ . . .” celetuk Anton sambil menunjuk ke arah Andong yang gak ada penumpangnya.
“Iya nih . . . buruan . . . udah pegel niiiiih kaki jalan muter-muter melulu . . .” keluh David sambil berjalan nyelonong ke arah Andong.
“Buruan Yuuk . . .” ajak Anton sambil menyeret lenganku. Hingga aku gak bisa berpikir jernih lagi. Bayangan kasur yang empuk dan selimut hangat serta secangkir kopi udah ngendap dari tadi. Hingga aku gak pikir-pikir lagi dan langsung naik Andong supaya cepat sampai di rumah nenek.
“Desa Samabumi ya Mas . . . turun di dekat gardu aja . . .” pinyaku pada mas-mas yang ada di depan. Dan seketika Andong itu pun melaju, pelan tapi pasti. Kelelahan dan rasa ngantuk yang merayapi kami, ditambah bunyi sepatu kuda yang memecahkan malam membuat mataku semakin berat.
Kulirik David yang sudah tertidur pulas, bahkan setengah mendengkur sambil menyandarkan diri di salah satu tiang Andong.
“Waaah . . . kaya ngimpi Gue naik Andong lagi . . .” celetuk Anton yang matanya masih sebulat telur. Sedangkan aku mencoba untuk membuka mata sambil menguap.
“Mas . . . mas . . . . andongnya nyampai jam berapa mas?? . . .” Tanya Anton pada mas kusir. Tapi yang ditanya diem saja. Mungkin rada-rada telmi mas kusir ini.
“Yang penting nyampai . . . apa Elo gak ngantuk Ton . .?” tanyaku sambil menguap yang kesebelas kali.
“Ngantuk??? . . . emang Gue Gentong yang udah teler . . .” tandas Anton keras-keras sambil menutup mulut David yang melompong. Takut kemasukan lalat . …
“Waaah . . . Dia Tuuh kalau ada lalat masuk dikirain paha ayam yang masuk, mungkin langsung dikunyah yaa . .” tukas Anton kemudian sambil tertawa. Dan kutimpali dengan tertawa juga . . . hingga rasa ngantuk yang menyerangku sedikit berkurang.
“Mas . . . mas . . . emangnya ojek sedang libur ya Mas . . . kok sepi . .??” tanyaku kemudian sama mas-mas yang tetap bergeming.
“Wah dasar telmi ini kusir Andong . . . ditanya berkali-kali kagak njawab . ..” gerutuku dalam hati.
Malam semakin dingin, apalagi angin malam yang tertiup lembut menyusup lewat jendela-jendela kereta Andong yang hanya tertutupi plastik tipis tembus pandang. Ketika ku melirik jam tangan yang ada di lengan tanganku, . . . telah menunjukkan setengah dua belas malam. Kalau naik ojek mungkin lima belas menit atau dua puluh menit saja sudah nyampai. Tapi naik Andong . . . bisa setengah jam atau bahkan lebih. Apalagi Andong yang kunaiki malam ini pelan sekali.
“Mas . . .mas Itu di ujung ada belokan terus turun di dekat gardu ya Mas . . .!!!’ perintahku pada mas-masa yang membisu seribu bahasa.
Beberapa menit kemudian aku dah nyampe di sebuah gardu dan berjalan sedikit nyampai deeh di rumah nenek.
“”Mas berapa ongkosnya . . .???” Tanya Anton, sedangkan aku membangunkan di Gentong yang sudah kelewat teler.
“Mas . .. mas saya tanya berapa ongkosnya . ..??” Tanya Anton lagi.
“Ton kita turun dulu . . . bantuin gih si Gentong ini . .!!!” pintaku padanya. Karena dari tadi aku merasa memang ada yang aneh. Dan keanehan itu mulai teras ketika bulu kuduku semakin berdiri di sekitar tengkuk.
Ketika Aku sudah berada di atas tanah . . . . bulu kuduku semakin berdiri, . . . hal serupa juga dirasakan oleh Anton dan David, yang seketika mereka berdua saling melotot ke arahku penuh tanda tanya. Padahal sedari tadi di dalam Andong kita semua biasa-biasa saja.
Kemudian kuberanikan diri maju untuk melihat muka mas kusir yang diam saja. Sekilas ketika aku lihat mukanya, . . seperti ada tetesan darah merah yang mengucur si sekitar mukanya. Lampu-lampu desa yang menerangi setiap rumah . . . memantulkan cairan darah tersebut. Aku langsung melotot ngeri.
Seketika aku langsung menyeret di Gentong dan Anton untuk segera menjauh. Dan beberapa menit kemudian aku lihat Andong itu telah lenyap dari peredaran. Padahal kalau Andong itu berjalan . . . pasti terdengar bunyi sepatu kuda yang menapaki jalanan. Tapi dari jarak yang hanya terpaut beberapa meter ini, Aku sudah tidak mendengar suara kuda berjalan . . . bahkan rangka andong pun tidak tahu lenyap ke mana??
Sesampainya di rumah nenek yang sudah tengah malam lewat, . . . Aku sudah tidak memikirkan apa-apa lagi selain kasur busa empuk, bantal dan selimur tebal. Udara dingin di pedesaan . . . membuat kami bertiga memutuskan segera tidur bersama, walaupun nenek telah menghangatkan sayur dan menyuruh kita makan dulu sebelum tidur.
Tapi, mataku tidak bisa langsung tertutup ketika kepalaku sudah menyentuh bantal dan selimut tebal dan hangat menyelubungiku. Wajah kusir yang berdarah itu masih tergiang-ingang di otakku. Pantesan dia membisu saja . . ., karena ia bukan lagi manusia. Tapi anehnya, ketika di dalam Andong kita bertiga tidak merasakan takut atau tanda-tanda ada makhluk lain di depan kita. Baru setelah Aku dan kedua temanku turun Aku merasakan sesuatu yang berbeda dan memang aneh. Ahhh . . sudahlah . .
“Besok pagi akan kutanyakan pada nenek . ..!!!” bisikku lirih pada sela-sela dengkuran David.
***
Kesokan paginya . . . ketika kami bertiga sudah di depan meja lengkap dengan nasi dan lauk-pauk, aku tidak teringat lagi dengan apa yang akan aku tanyakan selain makan dengan kenyang dan berlomba dengan David, yang kulihat sudah beberapa kali menelan air liur. Neneku memasak menu spesial pagi ini . . . yaitu tongseng daging kambing, gudangan, ada opor ayam juga, ditambah balado terong ungu dan yang pastinya sambal pete goreng yang baunya semriwing, mak Nyuuuuuuus.
“Ayo makan . . . diambil nasinya jangan cuma dilihatin . . .”pinta nenek ramah. Padahal tanpa disuruh pun David sudah mengambil nasi tiga centhong sekaligus.
Ketika piringku sudah separo kosong, . . . nenek menuangkan teh manis hangat ke cangkir kami bertiga.
“Bagus . . . tadi malam kamu naik ojek . …????” tebak nenek. Sedangkan Andong misterius itu langsung berkelebat di antara mukaku dan Anton. David Si enjoy aja dengan tongsengya justru nambah. Maklum, . . . ketika di Andong ia hanya tertidur pulas. Baru sesampainya di bawah dia merasakannya.
“Tidak nek . . ak . . Aku . . . maksudnya kami naik Andong . . .” jawabku. Dan nenek langsung meletakkan teko yang sedang digenggamnya.
“Apa . . . kamu naik Andong itu .………….., Aduuuuh kamu semua tidak tahu . …” cetusnya kaget dan langsung terduduk di kursi paling ujung.
“Iya . . . Nek . .. sebenarnya ada yang aneh . .. dan kayaknya dia berbeda dengan kita . . .” tukas Anton kemudian.
“Memang .… Andong itu milik Sukirman yang mati minggu kemarin, ketika ada sebuah truk pengangkut kentang yang remnya blok dan langsung menambrak Andongnya di turunan tajam sebelum sampai ke desa ini. Sukirman terlembar dari Andongnya dan masuk jurang . . . sedangkan kudanya kepeng tertindas truk. Mereka semua mati. Dan setiap malam selalu ada Andong lewat yang mencari penumpang . . . .” cetus nenek panjang lebar yang membuat kami bertiga melongo tak berkedip. Bahkan David langsung menelan nasinya tanpa mengunyak lagi. Sedangkan Anton langsung minta pulang keesokan harinya.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar