Senin, 04 Januari 2010

GARA-GARA RAMBUT KERITING


“Tidak usah . . . . . terima kasih . . . aku jalan aja deeeh . . . . lagian ak . .” dan seketika suaraku tercekat di tenggorokan ketika help yang menyelubungi kepala itu dilepaskan. Dan sorot mata itu . . . sorot mata yang beberapa kali telah kukenal sedang memandangku.
Aku berdiri sambil memilin-milin rambutku yang tergolong super keriting. Bukan keriting buatan tapi alami. Dari kecil aku sudah dijuluki si rambut keribo atau bakmie jalan. Hal itu bukan barang baru lagi bagi diriku. Sejak aku masih duduk di bangku sekolah dasar, teman-temanku telah menamaiku dengan sebutan bakmie jalan atau si rambut keribo. Dampak dari julukan itu tak lebih dan tak kurang selain menangis pulang sambil marah-marah pada mama yang juga berambut keriting. Wajah mama memang cantik, putih, berbentuk tirus, dengan tulang pipi yang membuat papa selalu menciumnya lembut, hidungnya manjung, hanya rambutnya saja yang keriting tapi, mama tetap kelihatan lebih cantik.
Akulah cermin dari semua penampakan yang ada dalam diri mama. Tapi wajah cantik dan rambut keriting yang ada dalam diriku tidak mendatangkan keberuntungan seperti yang dialami mama, melainkan mala petaka yang selalu membututiku. Padahal namaku jelas-jelas secantik orangnya versi mama dan papa, tapi kenapa teman-temanku memanggilku mie jalan dan rambut keribo?. Namaku adalah Permana Endivia Tiara Putri, nama Permana diambil dari nama depan papaku sedangkan Endivia dari mama dan sisanya untukku. Mama dan papa memanggilku Tiara, sedangkan panggilan kutukan itu hanya ada di sekolah.
Seperti hari ini ketika Aku menjadi siswa baru di salah satu sekolah favorit di kotaku, kakak kelas yang memandu pelaksanaan MOS memanggilu dengan sebutan bakmie. Bahkan sebutan itu menjadi julukanku di kelas hingga sekarang. Rasanya Aku ingin menggundul saja rambutku yang keriting ini, atau Aku keluar saja dari sekolah. Hingga hari ini Aku enggan berangkat ke sekolah dan masih mematung di kaca rias kamarku.
“Tiara sayang . . . sudah jam setengah tujuh . . . nanti telat Loo . . .” tukas mama mengingatkan sambil berjalan ke arahku dan membelai rambut keritingku yang sudah panjang. Rambutku memang halus, lembut dan wangi, hanya saja bentuknya yang tak karuan membuatku sebal memandanginya.
“Iya mama . . . Aku akan berangkat sekarang . . .” jawabku sambil mencium pipinya lalu bergegas berangkat.
Setiba di depan gerbang sekolahku . . . perasaanku mulai tak karuan . . . kalau saja hari ini tak ada mata pelajaran kesayanganku . . . pasti aku akan membolos dan menyembunyikan diri di perpustakaan kota. Ingin rasanya aku merebonding rambutku, tapi ide itu selalu ditentang keras oleh mama. Menurutnya segala yang tercipta dalam diriku adalah anugerah yang harus disyukuri dan Bla . . . Bla . . . Bla . . .
“Halo Bakmie . . . baru datang nih . . . ha . . ha . . .ha” seruduk Lindung di bahuku lalu berjalan mendahului. Lindung dan dua CS-nya memang salah satu yang getol menggangguku. Namun, bila aku sudah marah dan bertindak mereka kalang kabut. Pagi yang cerah ini tak ingin aku lumuri dengan kemarahan atau caci maki balik, melainkan aku memilih diam.
Setibanya di kelas, aku langsung duduk dan menekuri buku kimiaku. Tiba-tiba tanpa di duga Angel mendekatiku dan memilin-milin rambut keritingku yang sudah aku kepang rapi. Aku masih bergeming dan mencoba untuk bersabar.
“He . . . keriting yang jenius . . . gimana PR-nya? . . ., bantuin dong . .!!!!” pintanya sambil memilin rambutku.
“Gmana . . .gmana . .!!! Memangnya kemarin kupingmu hilang sebelah ???? . . . Kan jelas-jelas disuruh ngerjakan . . .!!!” bentakku tanpa mengindahkan apa yang dikehendakinya.
“ItuSi Aku dah tahu . . . mana PR-mu bantuin Doong . ..!!!” pintanya setengah memaksa sambil mencari tasku yang tak masukin ke dalam meja . . .
“Ogah ngapain Elo maksa-maksa . . .” tandasku sambil memegang tas di dalam laci meja. Karena merasa risih, aku tarik rambutku dari genggamannya. Namun, Mitha dan Kiwi dua kuntilanak genk-nya menyusul.
“Heee . . . Bakmie goreng . . . mau bantuin kagak?? Atau nanti sepulang . . .
“Kagaaaaaaakkkk . . . enyah kau kuntilanak kecentilan . .” tengak-ku keras-keras sambil melotot ke arah mereka bertiga. Tapi mereka tetap memaksa untuk mengambil buku PRku di tas, hingga kemudian . ..
“Anak-anak duduk . . . pelajaran segera dimulai . . .!!!!” celetuk guru kimiaku yang terkenal super disiplin sekaligus Hoby memantai bagi yang tidak mematuhi aturan.
Tapi, guru kimiaku yaitu Bu Budi adalah guru teladan. Selain menjadi guru ia juga menjabat sebagai kepala sekolah. Jadi, tak pelak lagi bahwa pembantaian yang sering dilakukan bagi anak-anak yang gemar membolos dan segudang kenakalan lainnya tak memandang bulu, termasuk yang satu ini. Di hatiku timbul getar-getar rasa senang karena sebentar lagi akan terjadi pembantain tak berdarah di kelasku.
“Baik anak-anak . . . keluarkan buku PR masing-masing di atas meja lalu tumpuk ke depan . . .” perintahnya sambil berkeliling kelas. Sedangkan Genk-nya Angel terlihat celinak-celinuk, seperti Manuk Kederuk kehilangan induknya. Sekilas Angel menatapku penuh kebencian, namun aku lemparkan senyum termanisku . . . hingga jengkelnya membara di ubun-ubun.
Tak sampai satu jam, Bu Budi sudah memanggil mereka bertiga untuk di panggang mentah-mentah di atas lapangan, dengan matahari semakin melotot tajam di atas batok kepalanya.
Siang yang terik, digantikan dengan mendung kelabu ketika jam menunjukkan pukul dua lebih lima belas menit tepatnya. Aku keluar dari gerbang sekolah diiringi dengan gelegar petir. Hujan memang belum turun deras, ketika aku berjalan di pinggir jalan yang lengang menuju rumahku. Rumahku tak terlalu jauh dengan sekolahku, dengan menyebrang lapangan kota dan berjalan di pinggiran taman lebih mempercepat kepulanganku. Ketika aku sampai di pinggiran lapangan dan hendak menyebrang ke arah taman, tiba-tiba ada mobil yang melaju kencang di areal jalan yang terkenangi air comberan.
Tak lumrah lagi kemeja putih dan rok abu-abuku berubah warna dalam sekejab. Noda jomberan yang berwarna hitam pekat dan bau busuk melumuri semua yang aku kenakan. Entah seperti apa warna mukaku . . . merah, hitam, putih atau hijaukah warnanya bila aku bercermin.
Beberapa menit kemudian gelak tawa penuh kepuasan terdengar dari dalam mobil, tidak perlu ditebak lagi bahwa suara itu adalah milik Angel dan Genk-nya.
“Syukurin Elo . . . ha . . ha . ..ha jadi Bakmie-Rebussssssss .!!!!” hinanya sambil berlalu seiring perginya mobil mengkilap itu.
Sedangkan hatiku memang seperti Bakmie–rebus diaduk-aduk, marah, jengkel, kesel, hingga akhirnya aku membanting tasku di jalan, sambil menitikkan air hangat di kedua pipiku yang tak luput dari jipratan lumpur comberan itu.
Setelah beberapa saat menjadi patung tak bertuan di pinggir jalan, akhirnya aku memungut tasku sekenanya dan berjalan sambil menahan luberan air ciliwung yang tidak jadi tumpah di pipiku.
“Ayo . . . naik . . .” pinta seseorang di balik help yang hanya terbuka kacanya sedikit. Sekilas kutajamkan mataku yang mulai buyar pada seonggok sepeda motor Honda yang keren Abiiis. Motornya memang keren . . . tapi manusia di atasnya aku tak pernah kenal. Bahkan mukanya yang hanya kelihatan kedua matanya saja masih asing bagiku.
“Ak . . . aku . . emm . . rumahku dekat . . .” tukasku setelah terdiam beberapa saat.
“Ayolah ini sudah turun hujan . ..” pintanya untuk kedua kalinya. Tanpa menanyakan perihal bajuku yang kotor penuh lumpur.
Beberapa saat kemudian . . . entah kenapa aku telah berada di atas sepeda motor keren itu. Ia melaju dengan kencang hingga aku harus memegangi jaketnya dengan erat. Takut jatuh dan bikin malu. Apalagi aku gak pernah yang istilahnya dibonjengin ama cowok. Nah . . . berhubung kepepet dan lagi kesel abiiiiiis . . . terpaksa aku mau.
“Turun di perempatan itu . . .” kataku padanya yang kupikir kata-kataku tak didengarnya karena sangat kencangnya ia mengendarai motor Honda yang keren ini.
Setelah itu akupun turun dengan kesit . . . lalu sebelum sempat aku ngucapin terima kasih . . . si cowok misterius itu langsung melesat seperti angin. Bahkan aku tak sempat melihat wajah-nya . . . apalagi menanyakan namanya.
Keesokan paginya aku berangkat sekolah pagi-pagi banget. Bahkan mama dan papa jadi kebingungan, kok aku jadi rajin. Aku berangkat pagi bukanya nyapu kelas karena piket, atau ngerjain tugas yang kelupaan, melainkan keliling-liling parkiran layaknya guru BP yang akan memergoki muridnya telat masuk. Tapi, aku tidak ada tugas untuk menggantikan guru BP berkeliling, melainkan mencari motor keren Honda yang kemarin telah memboncengiku setengah terbang.
Namun, yang dicari bukannya motor keren Honda namun berjubel-jubel motor Honda. Hingga kepalaku gejedot sana, gejedot sini, layaknya seorang pencuri yang sedang mengincar barang curian tapi gak ketemu-temu barangnya. Akhirnya aku nyerah sendiri dengan kepala yang sedikit mut-mutan karena seringnya gejedot kaca spion.
Sampai di dalam kelas . . . Angel Enn The Genk sedang ngerumpi masalah cowok. Aku ogak ndengerin walaupun suara-suar itu nyelinep juga dalam telingaku. Aku masih kesel dan marah atas kejadian kemarin. Hingga ingin rasanya aku mengguyur mereka dengan air comberan yang sama. Namun, ide balas dendam itu Aku urungkan untuk sementara. Dengan nyaring mereka terus ngerumpi, mulai dari cowoknya yang ganteng, tajir, pinter dan blaa . . . blaaa . . blaaaaa, yang pada akhirnya rencana PDKT.
Mulai dari menjadi siswa baru hingga hampir tengah semester yang digunjingin kalau tidak penampilan dengan segala tetek-bengeknya ya. .. pastinya cowok.
“Ya Allah . . . mudah-mudahan tahun depan aku tidak sekelas dengan kuntilnak-kuntilanak itu . .” doaku dalam hati sambil mencoba konsentrasi dengan buku bacaanku.
Tapiiiiiiiiii . ……..
“Iya . . Nih . . .Waaaah . . keren abiss pokoknya deh . .” celetuk Angel yag suaranya nyerocos bak hujan yang turun dari genteng yang pecah dan mrembes ke telingaku.
“Pokoknya harus Elo deketik Jel . . .udah tajir . . . pin . …”
“Ganteng pisan . …masuk IPA Lo Jel . . .” tukas Kiwi tak sabaran.
“Tapi dia kan kakak kelas . . . apa aku . . har . . .
“Alaaaaaaaah . . . gampang . . Apa si yang kurang dari Elo . .??” sambung Mitha seakan tak kebagian komentar.
“Iya betul . . . Elo cantik, seksi, tajir juga . . . apa si yang kurang . . .”sambung Kiwi . .. hingga pelajaran dimulai mereka masih sambung-menyambung kayak truk gandeng.
“Okelah nanti tak coba deketin si ganteng Dawam . . .” tukas Angel kemudian sebelum celotehan mereka berhenti karena bentakan Pak Haryono guru Fisikaku.
Seusai bel istirahat berbunyi, . . . aku dan Tari teman akrapku pergi ke kantin. Tari adalah teman sebangku yang semenjak awal masuk telah menjadi sahabat yang baik serta setia kepadaku. Tari bersedia berbagi suka dan duka denganku. Ia juga selalu masuk lima besar dalam peringkat umum dan nilainya pun tidak terlalu jauh dengan aku.
Ketika sampai di kantin yang penuh sesak dan gerah itu, . . . aku selentingan mendengar keramaian dari gerombolan cewek-cewek. Mereka adalah group kakak senior yang terkenal itu. Bahkan lebih terkenal dibandingkan groupnya Angel. Group kakak senior itu adalah para modeling, jadi tak pelak lagi bahwa bodi dan parasnya bak pualam putih yang halus nan mulus. Kalah jauh dengan penampilanku, apalagi di batok kepalaku ditumbuhi rambut yang super keriting.
Karena ingin terhindar dari kebisingan kantin, Aku dan Tari memilik duduk di bagian pojok yang di belakang ku ada sebuah pohon belimbing yang sedang berbunga. Tiba-tiba kebisingan dari tengah kantin terdengar semakin nyaring bak sekumpulan burung prenjak yang kekurangan pakan. Tiba-tiba dari arah luar kantin aku melihat ada lima orang cowok yang super cakep-cakep. Bahkan yang berjalan paling depan, mukanya hampir mirip David cook, kulitnya putih dan terlihat berotot.
“Dawam . . . .” teriak serempak salah satu geng senior yang sedang nangkring. Bahkan ada yang sengaja menyilangkan kakinya hingga roknya semakin naik ke atas.
“Dawam gabung yuk . . .” teriak salah seorang cewek yang menurutku adalah ketua dari geng itu. Karena penampilannya yang paling norak sekaligus paling cantik. Tapi yang dipanggilin, entah budek atau memang pura-pura gak dengar. Mereka berlima tetap berjalan dengan dingin.
Daaaaaaan . …
“Aduh . . …” celetukku kaget sambil menunduk dalam. Salah satu cowok itu melihat ke arahku dan memandang dengan, sorot mata yang tak kumengerti.
“Ada apa Tiara . . . kamu gak doyan baksonya . .?” Tanya Tari tiba-tiba setelah melihatku hanya menguber-uber bakso dalam mangkok itu. Bahkan jumlah gelindingan daging di dalamnya masih utuh. Namun, aku senang dengan Tari karena hanya dialah yang selalu memanggil nama asliku dan pastinya semua guruku.
“Ehhhh . . . enggak Kok . . .” lanjutku menyembunyikan rasa segan sekaligus takut. Takut kenapa cowok itu terus memandangku. Apakah Aku punya kesalahan ???. Padahal aku tak kenal dia. Kenalanpun belum.
“Uuuuuuuh . . . sombong sekali lima cowok itu . . . .” komentar Tari tiba-tiba.
“Emangnya kenapa dengan mereka??? . . .” Tanya aku penasaran.
“Lihat tuk Tiara . . . mereka Sok Berkuasa. Banyak cewek yang deketin tapi yang dideketin seperti Es tetap bergeming . . .” imbuh Tari panjang lebar.
“Ya biarin Laaaaaaa . . . mungkin mereka tidak suka . . .” jawabku sambil berlalu. Tapi dalam hati aku merasakan getaran. Entah kenapa sorot mata itu sepertinya pernah aku kenal.
Waktupun terus berlalu. Hari demi hari . . . minggu demi minggu berubah menjadi bulan. Aku sekarang merasa kenyang dengan segala kutukan yang diberikan teman-temanku. Justru karena panggilan kutukan itulah aku mencoba mengendalikan kemarahan dan bertambah sabar pastinya doooong. Hingga suatu sore yang tak terduga pun terjadi.
“Hallo Kriboooo . . . mau pulang nih . . .” sapa Lindung dan CS-nya seperti biasa.
“Iya . . . duluan ya . . .” jawabku tanpa mengindahkan julukannya padaku.
“Woooooooi . … Bak-Mie jalan . . . ndarat lagi ya pulangnya . …”seruduk Angel sambil menyentilkan ujung rambut keritingku.
“Iya nih . . . habisnya gak ada pesawat terbang. Gak ada tempat yang buat pendaratan darurat di sini . . .” lanjutku tanpa menoleh kepadanya. Aku merasa kebiasaan Angel dan gengnya sudah sangat akrap di telingga.
“Makanya jadi Bak-mie tuuuu jangan kelewat miskin . . .” tandas Kiwi.
“Dan hati-hati dengan bajumu nanti . . . karena . . ..
“BLUUUUUUK . . ……” bunyi sebuah bola basket yang mampir di batok kepala Angel. Dan ketika aku berbalik . . . ternyata kelima geng senior itu sedang tertawa terbahak-bahak melihat raut muka Angel yang sudah seperti es cendol campur.
Akupun melanjutkan keluar gerbang dengan perasaan senang. Entah kenapa aku lebih suka jalan kaki ketimbang naik sepeda motor. Walaupun ada sebuah motor nganggur di rumah.
Namun, ketika aku sedang berjalan menyebrangi lapangan kota dan sudah dekat dengan taman yang akan aku jadikan jalan terobosan . . . ada sebuah motor Honda keren yang sudah menungguku di ujung.
“Ayo naik . . .” pinta cowok itu lagi tanpa kuketahui identitasnya.
“Tidak usah . . . . . . terima kasih . . . aku jalan aja deeeh . . . . lagian ak . .” dan seketika suaraku tercekat di tenggorokan ketika help yang menyelubungi kepala itu dilepaskan. Dan sorot mata itu . . . sorot mata yang beberapa kali telah kukenal sedang memandangku.
“Ayo Tiara . . .” pinta Dawam lagi. Sedangkan hatiku seperti akan melonjak keluar bila tidak aku tekan kuat-kuat dadaku.
Ternyata cowok keren yang menjadi kejaran cewek-cewek di sekolah, pernah mengantarkanku pulang dan sekarang dia kembali lagi. Dia adalah Dawam . . . pangeran yang banyak membuat iri.
“Ta . . . tapi kenapa kamu mau mengantarkan aku . . . padahal banyak cewek yang nganti minta diantar oleh motor keren itu . . .??” tanyaku ragu-ragu. Sedangkan yang ditanya hanya mengucurkan senyuman yang begitu menggetarkan.
“Aku suka rambut keritingmu . . .” jawabnya singkat tanpa bisa aku cerna kembali.
Jeda beberapa saat aku merasa bersyukur atas rambut keriting yang telah diberikan Allah kepadaku. Coba kalau aku menyalahi takdir dan merebonding jadi lurus . . . pasti pangeran cakep Dawam tidak mau mengantarkan aku pulang.

Tidak ada komentar: