Sabtu, 29 November 2008
Langganan:
Posting Komentar (Atom)
Learning, Researching, Teaching, Motivating, Self Improving, Nature, Bology, Botany, Agriculture China-Xinjiang-Yili-Nilika-Wuzan Xiang Jiang a Mai Li Cun 0086 999 4 627 361 University of Urumqi Da Xiui
BAB I
PROFIL DARI UNODC
(United Nations Office On Drugs And Crime)
A. Seluk-beluk UNODC (United Nations Office On Drugs And Crime)
Dewasa ini, negara-negara di dunia tengah memperingati 100 tahun terbentuknya rezim global tentang pengawasan obat-obatan (drug control) di bawah naungan Konferensi Shanghai China yang berdiri semenjak 1909. Munculnya rezim itu merupakan suatu perkembangan dari bentuk kolonialisme Barat akan kebutuhan obat pengurang rasa sakit yang berasal dari kokain dan sejenisnya serta manifestasinya terhadap sosio-ekonomi masyarakat yang merupakan 'korban' penjajahan dan perdagangan kokain dan narkotika, seperti yang sekarang ini sedang pesatnya berkembang di negara-negara Barat. Khususnya kolombia yang menjadi sentral produksi kokain.
Manifestasi yang paling jelas terlihat dan berdampak buruk adalah meningkatnya masyarakat dunia akan penyalahgunaan kokain dan opiat (klasifikasi dari turunan opium, seperti heroin, morfin, dan candu) serta timbulnya perdagangan gelap kokain dan sejenisnya karena merupakan pasar yang sangat lucrative (menggiurkan) dengan keuntungan finansial. Oleh sebab itu, muncul kesadaran dunia untuk mengelola dan mengawasi perdagangan kokain dan zat terlarang lainnya, untuk kepentingan medis dan pengetahuan, bukan untuk kepentingan rekreasi pribadi yang diprakarsai Konferensi Shanghai China.[1]
Selanjutnya, secara perlahan pengawasan obat-obatan mulai tertuang dalam perjanjian-perjanjian internasional yang berawal dari Konvensi Den Hag (1912). Perlahan juga perjanjian-perjanjian pengawasan obat-obatan, khususnya narkotika mulai di-broker (dikembangkan) organisasi internasional, seperti Liga Bangsa-Bangsa (LBB) setelah Perang Dunia pertama dan Perserikatan Bangsa-Bangsa (PBB) setelah Perang Dunia kedua.
Saat ini terdapat tiga perjanjian internasional yang berada di bawah naungan PBB dan ditaati negara-negara anggota PBB, yakni Single Convention on Narcotic Drugs (1961 yang diamendemen dengan Protokol 1972), UN Convention on Psychotropic Substances (1971), dan UN Convention against Illicit Traffic in Narcotic Drugs and Psychotropic Substances (1988). Ketiga konvensi internasional tersebut merupakan dasar hukum internasional dari rejim pengawasan obat-obatan internasional yang, antara lain mengatur dan mengawasi perdagangan legal narkotika, psikotropika dan terakhir prekursor, yakni zat-zat kimia yang dapat digunakan untuk memproduksi narkotika dan psikotropika. Tidak luput pula sejak 1960-an terbentuk lembaga internasional yang disebut United Nations Office on Drugs and Crime atau disingkat UNODC dan International Narcotics Control Board (INCB) yang bertugas untuk mengawasi pelaksanaan ketiga konvensi dimaksud.[2]
Ketika melihat lebih jauh lagi hasil yang telah dicapai berdasarkan laporan tahunan Kantor PBB untuk Obat-Obatan dan Kejahatan UNODC (United Nations Office on Drugs and Crime) disebutkan bahwa produksi opium global telah turun 78% antara periode 1906/1907 dan 2007. Hal itu juga menunjukkan bahwa rezim pengawasan obat-obatan global berhasil menahan (contain) masalah narkoba terhadap 0,6% dari seluruh populasi dewasa dunia (umur 15-64 tahun), yakni sebesar 25 juta orang. Bila dibandingkan dengan produksi tembakau yang tidak diawasi, narkoba 'hanya' merenggut sebanyak 200.000 nyawa per tahun dan tembakau sebanyak 5 juta. Argumen itu menunjukkan bahwa eksistensi sistem pengawasan global dapat 'menahan' laju pertumbuhan penyalahgunaan narkoba.[3]
Selain itu, argumen lain menunjukkan bahwa rezim pengawasan global juga mendapat dukungan (universal adherence) yang cukup berarti dari negara-negara anggota PBB. Konvensi PBB mengenai narkoba (2002) dan telah diratifikasi 186 negara sebesar 96% dari total 192 negara-negara anggota PBB. Konvensi PBB mengenai psikotropika (2003) telah diratifikasi 183 negara dan Konvensi PBB mengenai pengedaran gelap narkoba dan psikotropika (2003) juga telah diratifikasi 182 negara.[4] Tunduknya negara-negara terhadap ketiga instrumen internasional memperlihatkan suatu sisi ketaatan yang signifikan terhadap instrumen-instrumen global lainnya. Salah satunya adalah Kolombia, dimana negara tersebut memproduksi kokain dalam jumlah besar di dunia, merupakan salah satu negara anggota PBB yang ikut serta meratifikasi ketiga instrumen tersebut, ketimbang dengan instrumen internasional lainnya, antara lain terkait dengan masalah terorisme ataupun nuklir. Terhadap masalah narkoba Kolombia telah melengkapi kewajiban internasionalnya, walaupun masalah pelaksanaan atau implementasi terhadap ketiga instrumen narkoba tersebut Kolombia belum sepenuhnya dijalankan, seperti mengkriminalisasikan diversifikasi prekursor.
Namun, di balik kesuksesan dalam upaya containment terhadap suplai kokain dan sejenis narkoba lainnya, serta tingginya tingkat kepatuhan negara-negara terhadap konvensi-konvensi PBB terkait dengan pengawasan obat-obatan, UNODC menilai, terdapat lima unintended consequences dari kebijakan containment yang dijalankan.
Pertama, masih banyaknya sindikat kejahatan ataupun kejahatan terorganisir yang tergiur untuk mengendalikan pasar gelap obat-obatan terlarang. Kedua, terjadinya policy displacement dalam masalah kokain dan sejenis narkoba lainnya, di mana kebijakan publik lebih banyak terarah pada public security ketimbang public health. Contoh kedua erat sekali dengan pemahaman di negara-negara berkembang, seperti Kolombia yang melihat masalah kokain sebagai masalah penegakan hukum ketimbang masalah kesehatan.
Ketiga, terjadinya geographical displacement yang diakibatkan efek balon, ketika upaya containment di satu wilayah dapat menyebabkan pembengkakan pada wilayah lain. Sebagai contoh, penurunan penanaman gelap di wilayah Segitiga Emas mengakibatkan peningkatan penanaman gelap di Golden Crescent (wilayah Bulan Sabit Emas). Keempat, terjadinya substance displacement dengan perubahan, baik dari sisi suplai maupun permintaan di mana suatu zat yang di-contain akan berpindah ke zat lain yang memiliki psikoaktif efek yang sama dan tidak secara ketat diawasi ataupun sulit diawasi seperti penyalahgunaan kokain yang berpindah dengan menggunakan amfetamin. Kelima, permasalahan negara dalam menghadapi penyalahgunaan obat-obatan. Hal itu terkait erat dengan upaya negara untuk menanggulangi masalah penyalahgunaan obat-obatan.
Jika dilihat dari argumentasi UNODC dengan mempertimbangkan aspek suplai dan permintaan, tiga permasalahan yang disebutkan sebelumnya, seperti masalah pasar gelap kokain dan sejenis narkoba lainnya,, substance displacement dan geographical displacement merupakan permasalahan kokain yang bisa ditanggulangi melalui pendekatan pengurangan suplai atau dikenal dengan supply reduction yang sarat dengan pendekatan penegakan hukum. Masalah policy displacement dan masalah penanggulangan penyalahgunaan kokain merupakan masalah yang bisa ditanggulangi melalui pendekatan pengurangan permintaan, atau lazim dikenal dengan demand reduction, seperti pencegahan, pengobatan dan rehabilitasi. Namun, perlu disadari ketiga konvensi internasional terkait dengan pengawasan obat-obatan lebih banyak menekankan pada aspek supply reduction, sedangkan masalah demand reduction merupakan tanggung jawab dari tiap-tiap negara.
Perlu dicatat bahwa di dalam sistem PBB sendiri sudah diupayakan untuk mengarusutamakan pendekatan demand reduction yang dimulai dengan munculnya istilah comprehensive multidisciplinary outline (CMO) yang disahkan pada Konferensi Internasional Penyalahgunaan Narkoba dan Pengedaran Gelap pada 1987. CMO itu sendiri merupakan gagasan untuk mengintegrasikan supply reduction dan demand reduction sebagai suatu pendekatan yang komprehensif dan berimbang. Lebih lanjut lagi, pada 1998 telah dikeluarkan Guiding Principles on Drug Demand Reduction yang disahkan sesi khusus sidang majelis umum PBB, yang juga menekankan pada pendekatan komprehensif dan berimbang serta memajukan isu demand reduction sebagai upaya untuk mencegah, mengobati, merehabilitasi, serta mencegah dampak buruk terhadap kesehatan dan sosial dari penyalahgunaan kokain. Guiding principles itulah yang sampai sekarang merupakan dasar bagi negara-negara anggota PBB untuk melaksanakan program dan strategi demand reduction nasionalnya salah satunya adalah Kolombia.
Namun, setelah 10 tahun disahkannya guiding principles namun pada kenyataannya demand reduction belum mendapat perhatian yang layak. UNODC menilai bahwa hal itu disebabkan karena guiding principles tidak mengikat, seperti ketiga konvensi internasional yang terkait dengan pengawasan narkoba dan kecenderungan negara-negara untuk melaksanakan kewajiban-kewajiban traktatnya saja. Selain itu, pada saat ketiga konvensi dibentuk, masalah kesehatan belum mencapai taraf yang memprihatinkan, seperti sekarang ini baik dengan adanya HIV/AIDS maupun penyakit menular lainnya dan keterkaitannya dengan penyalahgunaan obat-obatan. Hal itulah yang mendasari pemikiran UNODC agar masalah kokain dan jenis narkoba lainnya, dikembalikan pada fitrahnya, yakni sebagai masalah kesehatan publik. Dalam hal ini, maka UNODC menawarkan suatu pendekatan komprehensif dengan melaksanakan program supply reduction dan demand reduction secara bersamaan, yakni pertama, menegakkan hukum dengan tetap mengacu pada ketiga konvensi kedua, mencegah penyalahgunaan obat-obatan, ketiga, mengobati dan rehabilitasi penyalah guna obat-obatan, dan keempat, mengurangi dampak buruk akibat dari penyalahgunaan obat-obatan pada komunitas berisiko terbatas yang berujung pada kebijakan abstinensi.
Bila dilihat kembali, yang ditawarkan UNODC tidak lain adalah hal yang sama dan pernah dikumandangkan CMO (1987) serta guiding principles (1998). Hanya kali ini UNODC merangkai pendekatan berimbang dengan pendekatan yang mengedepankan aspek kesehatan publik serta aspek hak asasi manusia untuk mendapatkan akses pada pelayanan kesehatan. Hal itu dilihat dari pendekatan UNODC untuk menengarai pengobatan dan rehabilitasi penyalah guna narkoba sebagai upaya yang berkelanjutan untuk mengurangi dampak buruk akibat dari penyalah guna obat-obatan. Konsekuensinya muncul paradigma baru, yakni dengan melihat penyalah guna obat-obatan sebagai korban (victim) yang membutuhkan perawatan serta munculnya pendekatan-pendekatan baru yang masih kontroversial di percaturan dunia internasional, seperti harm reduction yang antara lain menyangkut langkah pemberian jarum suntik bersih agar penyalah guna narkoba tidak menggunakan jarum suntik yang terkontaminasi virus HIV/AIDS, substitution treatment dengan menggantikan pola penyuntikan dengan zat-zat psikoaktif lain melalui cara oral dan distribusi kondom dalam upaya untuk mencegah penyebaran HIV/AIDS di kalangan perilaku seks bebas.
Kolombia, sebagai salah satu anggota PBB, tentunya harus menghormati kebijakan yang telah disepakati. Hanya secara bijaksana tentunya dan juga harus mengkontekstualisasikan dengan nilai/norma yang berlaku di Kolombia, sehingga kebijakan tersebut dapat dilaksanakan dengan selalu melihat kepentingan manusia yang harus berujung pada berubahnya perilaku manusia itu (pecandu). Jadi singkatnya, jika saran kebijakan UNODC diimplementasikan, tolok ukur yang utama adalah memanusiakan pecandu di Kolombia.
B. Peran UNODC di Tengah Peredaran Kokain di Kolombia
UNODC (United Nations Office on Drugs and Crime pada akhir tahun 2008, memberikan gambaran kondisi di dunia saat ini, sangat banyak kejahatan dan kasus pencucian uang. Sangat banyak orang dipenjara. Sangat sedikit orang mengikuti pelayanan kesehatan, sangat sedikit sumber-sumber untuk pencegahan, terapi, dan rehabilitasi. Sangat banyak perhatian dan sumber-sumber dikerahkan untuk upaya pemberantasan tumbuhan kokain dan jenis narkoba lainnya, tetapi sangat sedikit upaya untuk menanggulangi kemiskinan yang merupakan akar dari semua permasalahan.
Di seluruh dunia, laju pertumbuhan permasalahan kokain dan jenis narkoba lainnya, baik penyalahgunaan maupun pengedaran gelap dapat ditahan, tetapi di Kolombia justru menunjukkan gejala terus meningkat tajam. Fakta tersebut jelas menunjukkan betapa ketinggalan dan tidak berhasilnya upaya penanggulangan bahaya narkoba di Kolombia jika dibandingkan dengan upaya yang sama di seluruh dunia pada umumnya, dan di negara-negara tetangga khususnya.
Hasil Survei UNODC dan dibantu oleh Badan Nasional Penyalahgunaan dan Pengedaran Gelap Narkoba Kolobia, pada Kelompok Pelajar dan Mahasiswa di Seluruh Kolombia, tahun 2006, yang diselenggarakan oleh menyimpulkan bahwa 48% dari pelajar SLTP, SLTA, dan mahasiswa perguruan tinggi/akademi yang dijadikan responden penelitian (73.842 siswa dan mahasiswa dari SLTP, SLTA, akademi/ perguruan tinggi dari 33 provinsi di seluruh Kolombia), mengaku pernah menyalahgunakan kokain dan jenis narkoba lainnya, atau tingkat prevalensi penyalahgunaan untuk kategori pernah dan 15% untuk kategori pernah memakai dalam satu tahun terakhir. Bila dibandingkan dengan hasil Survei UNODCdan Badan Nasional Penyalahgunaan dan Pengedaran Gelap Narkoba pada Kelompok Pelajar dan Mahasiswa di seluruh Kolombia tahun 2003, prevalensi penyalahgunaan narkoba adalah sebesar 23,9%, terjadi peningkatan lebih dari dua kali lipat dalam lima tahun (2003-2007).[5]
Hasil survei nasional 2006 lebih jauh menunjukkan sekitar 54% penyalah guna adalah siswa SLTA dan lebih dari separuh mahasiswa akademi/PT mengaku pernah memakai kokain dalam setahun terakhir. Sekitar 15% sampai 25% penyalah guna narkoba di semua jenjang pendidikan mengaku memakai ekstasi dan sabu. Pemakai sabu meningkat sejalan dengan meningkatnya jenjang pendidikan. Sekitar 17% penyalah guna di semua jenjang pendidikan menggunakan heroin dan atau morfin. Sekitar 44%-54% mengaku menggunakan kokain, LSD, ketamin, dan yaba. Empat dari 10 pelajar dan mahasiswa penyalah guna mulai menggunakan narkoba pada usia satu tahun lebih muda.[6]
Kokain merupakan jenis narkoba yang paling banyak digunakan pertama kali terutama di Kolombia. Hal tersebut dikarenakan negara itu penghasil kokain nomor satu di dunia. Lima belas persen sampai 25% pelajar dan mahasiswa mengaku pernah menggunakan kokain dengan jarum suntik. Angka ini hampir merata di seluruh Kolombia dan cenderung meningkat sejalan dengan meningkatnya jenjang pendidikan. Hanya 48% dari penyalah guna narkoba yang mengaku pernah mengikuti terapi dan rehabilitasi. Sebanyak 80% dari semua pelajar dan mahasiswa yang dijadikan responden penelitian mengaku pernah terpapar (exposed) promosi pencegahan narkoba dan 75% di antaranya mengaku memahami pesan promosi pencegahan tersebut (2007).[7] Sementara itu, angka-angka tentang tahanan dan narapidana menunjukkan bahwa proporsi tahanan dan narapidana narkoba meningkat dari tahun ke tahun. Pada tahun 2006, 28,71% dari 112.744 tahanan dan narapidana di seluruh Kolombia adalah tahanan dan narapidana kokain dan jenis narkoba lainnya, jauh melampaui proporsi tahanan dan narapidana pelaku tindak kejahatan lainnya (pencurian 12,34%, pembunuhan 7,2%, perjudian 3,82%, dan penganiayaan 3,61%, pelanggaran ketertiban 2,66% lain-lain 41,67%).[8]
Angka-angka ini menunjukkan, proporsi tahanan dan narapidana narkoba bukan saja paling tinggi, jauh melampaui bahkan beberapa kali lipat dari proporsi tahanan dan narapidana tindak kejahatan lainnya yang proporsinya tinggi (pencurian, pembunuhan, perjudian, penganiayaan, dan pelanggaran ketertiban), tetapi juga paling tinggi peningkatan per tahunnya. Proporsi tahanan dan narapidana narkoba tahun 2005 sebesar 24%, tahun 2006 meningkat menjadi 28,71%, atau sebesar hampir 5% dalam satu tahun.[9] Kalau gelagat itu berlangsung terus seperti itu, rumah tahanan dan penjara yang ada akan penuh dengan tahanan dan narapidana narkoba.
Fakta lainnya yang sangat memprihatinkan adalah maraknya pengedaran gelap kokain di dalam rumah tahanan dan LP, sehingga LP seolah-olah telah berfungsi sebagai lembaga tempat memasyarakatkan (socializing) pengedaran dan penyalahgunaan narkoba. Lebih memprihatinkan lagi, adanya penghuni LP yang telah divonis hukuman mati, namun dapat dengan leluasa mengendalikan bisnis narkoba dari dalam penjara, sebagaimana telah diutarakan dalam tulisan sebelumnya.
Fakta-fakta tersebut menunjukkan kepada kita semua bahwa: Pelaku dan korban penyalahgunaan narkoba adalah remaja dan pemuda (pelajar SLTP, SLTA, dan mahasiswa perguruan tinggi), yang merupakan aset dan penentu masa depan bangsa dan negara. Karena itu terhadap mereka (sesuai dengan hak asasinya) seharusnya dilakukan perlindungan dan penyelamatan, bukan malahan memenjarakan para remaja dan pemuda ini.Proporsi tahanan dan narapidana kokain bukan saja tinggi, tetapi juga meningkat tajam, sehingga semua rumah tahanan dan penjara yang ada akan penuh dengan tahanan dan narapidana kokain dan jenis narkoba lainnya. Dengan demikian, semua fasilitas rumah tahanan dan penjara yang ada, yang sudah overcapacity akan makin sesak, dan pasti akan menambah beban APBN Kolombia. Pemenjaraan penyalah guna kokain dan jenis narkoba lainnya di Kolombia, apalagi bila dibaurkan dengan napi lainnya, tentu akan menularkan penyalahgunaan dan ketergantungan kokain dan jenis narkoba lainnya kepada napi yang lain, sehingga menjadikan LP sebagai tempat yang nyaman untuk perdagangan gelap kokain dan narkoba. Sehingga di sini peran UNODC dalam mengawasi pengedar dan pengguna kokain sangat dibutuhkan.
C. Kegiatan UNODC (United Nations Office On Drugs And Crime)
Kejahatan transnasional, khususnya kejahatan narkotika berkembang sangat pesat dalam beberapa dekade ini. Penggunaan dan peredaran narkotika dan obat-obatan terlarang berkembang dengan pesat. Hal ini membuat resah semua negara di dunia dan menimbulkan suatu masalah bagi setiap negara. Oleh karena itu terbentuklah United Nations Office On Drugs And Crime (UNODC) internasional yang berperan untuk memberantas peredaran narkotika, sehingga membantu negara-negara di dunia dalam memerangi kejahatan narkotika. UNODC bekerjasama dengan organisasi-ordanisasi internasional seperti Policy Officer and Assistant to Dutch Aids Ambassador-Health, Gender and Civil Society Departement, Global Coordinator HIV/AIDS, yang bersama-sama bergerak dalam bidang pencegahan, rehabilitasi HIV/AIDS, serta pecandu narkotika. Kerjasama antara UNODC tersebut terus terjalin erat, dikarenakan proses pencegahan, rehabilisasi dari ketergantungan zat terlarang seperti kokain dan narkotika bagi pengguna dan pengedar di beberapa negara dapat diselesaikan dengan mudah, selain itu UNODC bekerja untuk menurunkan tingkat kriminalitas, yang disebabkan karena dampak peredaran kokain serta narkotika.
Salah satu kegiatan UNODC untuk memerangi penyalahgunaan narkoba dan tindak kejahatan yaitu bekerjasama dengan para atelit serta tokoh masyarakat dunia, untuk dijadikan jurubicara UNODC atau Badan PBB perihal masalah Narkotika dan Kriminalitas, sehingga diharapkan anjuran dan penjelasannya dapat diterapkan bahkan diaplikasikan oleh masyarakat internasional. Karena dengan adanya figur masyarakat yang dijadikan sebagai juru bicara kampanye, maka diharapkan penggunaan zat terlarang seperti kokain dapat dicegah, atau bahkan dapat menggugah mereka untuk berubah dan mencoba sesuatu yang bermanfaat. Salah satu kampanye yang pernah dilakukan adalah mengenai "Value Yourself, Make Healthy Choices" yang dipelopori oleh seorang Perenang Austria, yang juga peraih medali emas Olimpiade yaitu Markus Rogan, yang juga terpilih menjadi jurubicara UNODC (United Nations Office on Drugs and Crime/ Badan PBB untuk Narkoba dan Kriminalitas) tahun 2005.[10]
Dengan diadakannya kegiatan serupa di beberapa negara, maka penggunaan zat terlarang tersebut dapat ditekan. Sebab, penggunanya kebanyakan adalah kalangan remaja usia sekolah, yang mencoba mendekati nikotin sampai kokain karena dengan mencoba zat terlarang itu, mereka akan mendapatkan kesenangan sementara, namun mereka akan merasakan kesengsaraan karena ketagihan narkoba tanpa ada arti apa-apa. Mereka hanya akan menemui kesulitan dalam hidupnya yang justru akan menenggelamkan masa depannya. Dan penggunaan zat terlarang tersebut akan membawa dampak negatif yang semakin meluas, apabila tidak ada organisasi yang menangani serta melawan kejahatan peredaran kokain khususnya di Kolombia yang menjadi sentral produksi Kokain terbesar di dunia.[11] Oleh karenanya UNODC, berperan dan ikut campur tangan dalam melawan dan memberantas peredaran kokain dan sejenisnya di Kolombia. Sebab bila hal tersebut tidak dilakukan, justru akan menimbulkan kesejahteraan bagi para bandarnya karena hasil penjualannya memiliki nilai finansial yang tinggi. Ditambah lagi sebagian besar petani Kolombia menanam dan mengembangkan kokain untuk mencukupi kebutuhan perekonomiannya, baik dalam lahan skala besar maupun kecil di areal terpencil.
Kemajuan pembangunan alternatif (alternatif development) yang telah cukup berhasil dilaksanakan di berbagai negara khususnya di Kolombia, merupakan hasil pekerjaan penduduknya yang menggantungkan hidup dari menanam tanaman narkotika, seperti: Erythroxylon coca (kokain), atau Papaverum somniferatum (opium), Cannabis sativa (mariyuana, ganja). Pembangunan alternatif dimaksudkan untuk mendidik dan melatih penduduk setempat agar mengalihkan kebiasaan menanam tanaman narkotika menjadi tanaman-tanaman pertanian dan perkebunan yang bermanfaat bagi kehidupan manusia. Dengan adanya pembangunan alternatif tersebut, penduduk diajak untuk meningkatkan perekonomian melalui jalan yang benar dengan meningkatkan dan memanfaatkan potensi SDA yang ada, tanpa menimbulkan kerugian yang besar dari hasil keuntungan sesaat yang dianggap besar secara finansial saja.
Dengan penanaman kokain khususnya di Kolombia yang menjadi sentral produksi terbesar di dunia, maka akan menciptakan lapangan pekerjaan baru bagi para pengedar yang sasarannya justru yang masih berusia muda ataupun remaja sekolah yang berdampak nyata pada timbulnya kejahatan sosial lainnya, seperti pencurian, penyelundupan, konflik bersenjata, penculikan dan persengketaan sosial. Hal tersebut sesuai dengan laporan tahunan UNODC yang (United Nation Office on Drugs and Crime) dalam World Drugs Report 2006 yang mengemukakan bahwa di seluruh dunia terdapat sekitar 200 juta penyalahgunaan narkoba, dengan 162 juta di antaranya menyalahgunakan ganja; 32 juta ATS, 16 juta opium dan 13 juta kokain. Kokain merupakan narkoba yang paling banyak digunakan setelah ganja dan opium, dan diperdagangkan secara ilegal di seluruh dunia terutama di Kolombia. Produksi kokain dunia pada 2004 diperkirakan lebih dari 7.500 ton, sekitar 3.000 ton (40%) di antaranya diproduksi di Kolombia. Termasuk dalam 142 negara produsen kokain ilegal adalah Indonesia, Amerika Utara, Kolombia, Paraguay, Albania, Pakistan, dan Belanda.[12] Hal tersebut dapat dilihat pada tabel di bawah ini:
Tabel 1. Peningkatan Jumlah Penghabusan Kokain
Tahun | Jumlah Bubuk yang disita (kg) | Jumlah batang yang dimusnahkan (batang) | Luas tanaman yang dimusnahkan (ha) |
2003 | 24.200,4 | 165.541 | 44 |
2004 | 8.494 | 214.914 | 115,7 |
2005 | 22.835 | 187.602 | 62,33 |
2006 | 11.718 | 1.019.307 | 289,64 |
2007 | 31.877 | 1.828.803 | 242,02 |
Jumlah | 99.124,4 | 3.416.167 | 751,69 |
Kenaikan Rata-rata | 56,8% | 135% | 117% |
Sumber: Data diolah
Dari tabel di atas terlihat bahwa jumlah penghapusan kokain dalam bentuk batang, jumlah bubuk per kilonya maupun luas tanam, setiap tahun dimulai dari tahun 2003 hingga 2007 terus mengalami peningkatan. Jumlah penghapusan bubuk per kilonya terbesar pada tahun 2007 yaitu 31,877 kg, sedangkan dalam bentuk batang berjumlah 1.828.803 batang dan luas tanam yang dimusnahkan sekitar 242,02 ha. Dengan jumlah keseluruhan kokain yang dimusnahkan dalam bentuk bubuk per kilogramnya 99.124,4 atau 56,8%, sedangkan dalam bentuk batang 3.416.167 atau 135% dan jumlah luas lahan yang dimusnahkan 751,69 atau 117%. Sesuai dengan data di atas, maka jumlah pengguna dan peredar setiap tahun mengalami peningkatan, yang berdampak pada jumlah penghapusan kokain yang semakin besar jumlahnhya. Sebenarnya, tidak hanya kokain saja yang menjadi polemik perkepanjangan di masyarakat khususnya pada dunia muda, namun ganja yang salah satu zat terlarang juga menjadi masalah timbulnya tindakan kejahatan.
Menurut laporan tahunan UNODC pada 2006 itu merupakan laporan yang pertama kalinya mengangkat permasalahan kokain dan menyimpulkan bahwa permasalahan kokain selama ini kurang mendapat perhatian masyarakat internasional. Di beberapa negara seperti Kolombia, angka-angka yang menunjukkan jumlah sitaan kokain kering, jumlah kokain batang yang dihancurkan dan luas tanaman ilegal kokain yang dimusnahkan terus bertambah, namun sebaliknya peredaran dan penyelundupan kokain dan zat terlarang ke negara-negara Amerika, Eropa dan sebagian Asia juga meningkat. Hal tersebut disebabkan banyaknya penyelundup-penyelundup rahasia, yang menyelundupkan barangnya dalam skala kecil-kecil namun ke banyak bagian negara, sehingga proses penyelundupannya sulit diungkap. Dan pada umumnya, para penyalah guna narkoba (sekitar 75%) memasuki kebiasaan menyalahgunakan narkoba melalui konsumsi ganja, sebelum beralih ke kokain, sabu, putaw dan jenis-jenis narkoba lainnya.
[1] Chrisnayudhanto, Andhika. 100 Tahun Aksi Dunia Melawan Narkoba. http://www.slbdharmawanita-bengkulu.net/index.php?menu=news1&id1=7049, diakses tanggal 30 Mei 2009.
[2] Ibid.
[3] Ibid..
[4] Ibid.
[5] Anonim. http://www.politik.lipi.go.id/index.php?option=com_content&view=article&id=32%3Alidya-christin-sinaga&catidhtml.diakses tanggal 30 Mei 2009.
[6] Ibid.
[7] Ibid.
[8] Ibid.
[9] Anonim, http://www.pewarta-kabarindonesia.blogspot.com/, diakses tanggal 31 Mai 2009.
[10] “The Kaiser Daily HIV/AIDS Report” , http://spiritia.or.id/news/bacanews.php?nwno=1408, diakses tanggal 31 Mai 2009
[11] Anonim, http://www.pewarta-kabarindonesia.blogspot.com/, diakses tanggal 31 Mai 2009.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar